Senin, 17 September 2012

SANG JUARA JUNIOR SCIENCE AWARD ARMANSAH SISWA SDN 018 TANAH GROGOT

Dulu, ada seekor laba-laba yang sedang bekerja membuat sarang di pojokan salah satu rumah. Karena hujan, sarang tersebut pun rusak karena terkena bocoran air hujan. Maka  laba-laba itu pun mengulangi proses membangun lagi. Namun kembali dia jatuh karena licin dan rumahnya kembali rusak.  Begitu sampai beberapa kali

Ada 3 orang yang memperhatikan laba-laba tersebut dan berbincang-bincang,
“Lihat laba-laba itu, saya pun nasibnya seperti laba-laba itu. Sebagaimanapun saya berusaha pasti gagal. Nasib memang tidak berpihak padaku dan laba-laba itu. Laba-laba malang,” ujar orang pertama.
“Laba-laba itu bodoh! Seharusnya bila ada rintangan kita mencari jalan pintas, agar tak susah-susah menghadapinya. Dengan berbagai cara, pokoknya harus berhasil,” sahut orang kedua.
“ Hebat ya laba-laba itu, tidak peduli berapa kali dia jatuh dia terus bangkit berjuang lagi. Walaupun sekecil itu, laba-laba itu memiliki semangat juang  yang sangat besar. Saya harus mencontoh semangat juang dan ketabahan laba-laba itu!” tukas orang ketiga dengan pandangan kagum ke arah si laba-laba.
Dari ilustrasi di atas, nampak bahwa dalam masalah yang sama, kita dapat melihat dengan sudut pandang yang berbeda. Hasilnya pun tentu akan berbeda.
Dalam konteks yang lebih nyata, kita dapat belajar dari prestasi seorang Armansah.
Armansah siswa SDN 018 Tanah Grogot berjabat tangan dengan Wapres RI
 
Ya, Armansah namanya. Cuma butuh sebelas tahun baginya untuk bisa mengunjungi negara lain dan berjabatan tangan dengan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Siswa kelas V SDN 018 Tanah Grogot ini berhasil menjadi salah satu dari 9 pemenang di Kalbe Junior Scientists Award 2012. Karyanya yang berjudul  Permainan Membangun Piramida Berwarna membuka kesempatan bagi siswa asal desa Pulau Rantau ini untuk mengunjungi Singapura pada bulan September mendatang.
Ini bukan kisah Cinderela yang dibantu ibu peri untuk mewujudkan cita-citanya.  Ini masalah kerja keras.
Ketika diajak mengikuti Kalbe Junior Scientists Awards oleh Edhy Surbakty, Pengajar Muda yang bertugas di sekolahnya, anak dari pasangan  Rahmani dan Nor Jannah  yang berprofesi sebagai petani ini dengan mantap langsung menjawab “Mau Pak!”
Dalam Kalbe Junior Scientist Award, ada 3 kategori yang dapat diikuti: Matematika, Sains dan Teknologi Terapan. Armansah memilih Matematika sebagai kategori yang diikutinya.
Arman memang cukup

menonjol dalam pelajaran eksakta tersebut. Ia adalah anak yang selalu diberi soal latihan paling panjang di kelas.  Bukan membeda-bedakan, namun gurunya memberikannya soal yang lebih panjang agar ia tak terlalu cepat kembali ke barisan antrian siswa yang ingin diperiksa jawabannya.
Pada kompetisi ini, Armansyah menciptakan permainan yang membuat pemainnya belajar mengenai pecahan dengan cara yang menyenangkan dan sederhana. Pembimbingnya hanya memberi buku-buku pelajaran matematika  kelas 4 dan 5 untuk dipelajari, sementara ide permainan murni datang dari Arman. Ia ingat, tahun lalu ia pernah diajak gurunya belajar pecahan dengan menyusun potongan-potongan kertas. Dengan sedikit imajinasi, Arman mengembangkan sendiri ide tersebut.
Dalam permainan ini, para pemain harus berlomba membangun piramida dari batu-batu bata yang mewakili pecahan-pecahan berbeda. Pemain yang berhasil menyusun piramida berwarna terlebih dahulu akan keluar sebagai pemenangnya.
Dengan fasilitas  yang ada di sekitarnya, anak yang juga pandai menggambar ini beberapa kali memodifikasi karyanya. Pada awalnya, permainan ini menggunakan batu yang mudah ditemukan di daerahnya, namun  kemudian dikembangkan dengan memanfaatkan bahan yang lebih baik.
Atas karyanya itu, Arman dipanggil untuk mengikuti penjurian di Jakarta awal Juli lalu, menyisihkan lebih dari 400 karya dari seluruh Indonesia. Setelah presentasi di hadapan dewan juri, Arman dinyatakan sebagai  satu dari 9 pemenang Kalbe Junior Scientists Award 2012 dan berhak atas hadiah 10 juta rupiah. Sekolahnya pun mendapatkan hadiah atas prestasi Armansah. Selain itu ia juga berkesempatan untuk bertolak ke Singapura pada tanggal 10 -11 September 2012.
Apa kira-kira yang menyebabkan anak dari desa tanpa listrik bisa memenangi kompetisi  di Jakarta dan berhak untuk ke Singapura, pada saat anak lain di sana mungkin bahkan tidak pernah berpikir untuk keluar dari kota kelahirannya?
Ketika fasilitas untuk membuat permainannya tidak lengkap, Arman bisa saja menyerah dan mengundurkan diri dari lomba. Tetapi  ia melihatnya sebagai pemacu kreativitas. Ia justru memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya sebagai media bermain.
Ketika diberitahu bahwa ia akan ke Jakarta untuk mempresentasikan karyanya dengan hanya ditemani pembimbingnya, Arman, yang seumur hidupnya tak pernah jauh dari keluarga, bisa saja menolak. Tapi ia justru antusias berangkat presentasi ke Jakarta walau tanpa ditemani keluarganya. Ia tahu, ini kesempatan yang terlalu berharga untuk dilewatkan.
Ketika menyadari lawannya ‘anak kota’, Arman bisa saja gentar. Tetapi ia melihat itu

sebagai tantangan yang mengasyikkan, bisa bertanding dengan orang-orang dari berbagai daerah. Ia masuk ke ruang presentasi dengan kepercayaan diri tinggi untuk menaklukan para juri.
Belajar dari Arman, sudut pandang kita menentukan tindakan yang kita ambil, dan tindakan menentukan hasil yang diperoleh.Seperti dalam kisah laba-laba tadi, dalam menghadapi masalah kita bisa merespon dalam berbagai bentuk. Kita bisa memilih sudut pandang untuk melihat suatu permasalahan. Mungkin kita harus belajar lebih bijak mengambil sudut pandang kita atas sesuatu.
Maka mari kita renungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apakah hujanmu? Rintanganmu? Apa yang menghalangimu mencapai mimpimu?
Bila seorang anak dari desa tak berlistrik seperti Armansah bisa meraih cita-citanya melihat dunia luar, apakah kita berani untuk meraih kesuksesan yang lebih besar lagi?
Mengapa tidak?
 
Sumber : Guru Indonesia Mengajar (ES/OQA)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar