Dulu, ada seekor
laba-laba yang sedang bekerja membuat sarang di pojokan salah satu rumah.
Karena hujan, sarang tersebut pun rusak karena terkena bocoran air hujan.
Maka laba-laba itu pun mengulangi proses
membangun lagi. Namun kembali dia jatuh karena licin dan rumahnya kembali
rusak. Begitu sampai beberapa kali
Ada
3 orang yang memperhatikan laba-laba tersebut dan berbincang-bincang,
“Lihat
laba-laba itu, saya pun nasibnya seperti laba-laba itu. Sebagaimanapun saya
berusaha pasti gagal. Nasib memang tidak berpihak padaku dan laba-laba itu.
Laba-laba malang,” ujar orang pertama.
“Laba-laba
itu bodoh! Seharusnya bila ada rintangan kita mencari jalan pintas, agar tak
susah-susah menghadapinya. Dengan berbagai cara, pokoknya harus berhasil,”
sahut orang kedua.
“
Hebat ya laba-laba itu, tidak peduli berapa kali dia jatuh dia terus bangkit
berjuang lagi. Walaupun sekecil itu, laba-laba itu memiliki semangat juang yang sangat besar. Saya harus mencontoh
semangat juang dan ketabahan laba-laba itu!” tukas orang ketiga dengan
pandangan kagum ke arah si laba-laba.
Dari
ilustrasi di atas, nampak bahwa dalam masalah yang sama, kita dapat melihat dengan
sudut pandang yang berbeda. Hasilnya pun tentu akan berbeda.
Dalam
konteks yang lebih nyata, kita dapat belajar dari prestasi seorang Armansah.
|
Armansah siswa SDN 018 Tanah Grogot berjabat tangan dengan Wapres RI | | |
|
Ya,
Armansah namanya. Cuma butuh sebelas tahun baginya untuk bisa mengunjungi
negara lain dan berjabatan tangan dengan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Siswa
kelas V SDN 018 Tanah Grogot ini berhasil menjadi salah satu dari 9 pemenang di
Kalbe Junior Scientists Award 2012. Karyanya yang berjudul Permainan Membangun Piramida Berwarna membuka
kesempatan bagi siswa asal desa Pulau Rantau ini untuk mengunjungi Singapura
pada bulan September mendatang.
Ini
bukan kisah Cinderela yang dibantu ibu peri untuk mewujudkan cita-citanya. Ini masalah kerja keras.
Ketika
diajak mengikuti Kalbe Junior Scientists Awards oleh Edhy Surbakty, Pengajar
Muda yang bertugas di sekolahnya, anak dari pasangan Rahmani dan Nor Jannah yang berprofesi sebagai petani ini dengan
mantap langsung menjawab “Mau Pak!”
Dalam
Kalbe Junior Scientist Award, ada 3 kategori yang dapat diikuti: Matematika,
Sains dan Teknologi Terapan. Armansah memilih Matematika sebagai kategori yang
diikutinya.
Arman memang cukup
menonjol dalam pelajaran eksakta tersebut. Ia adalah anak yang selalu
diberi soal latihan paling panjang di kelas.
Bukan membeda-bedakan, namun gurunya memberikannya soal yang lebih
panjang agar ia tak terlalu cepat kembali ke barisan antrian siswa yang ingin
diperiksa jawabannya.
Pada
kompetisi ini, Armansyah menciptakan permainan yang membuat pemainnya belajar
mengenai pecahan dengan cara yang menyenangkan dan sederhana. Pembimbingnya
hanya memberi buku-buku pelajaran matematika
kelas 4 dan 5 untuk dipelajari, sementara ide permainan murni datang
dari Arman. Ia ingat, tahun lalu ia pernah diajak gurunya belajar pecahan
dengan menyusun potongan-potongan kertas. Dengan sedikit imajinasi, Arman
mengembangkan sendiri ide tersebut.
Dalam
permainan ini, para pemain harus berlomba membangun piramida dari batu-batu
bata yang mewakili pecahan-pecahan berbeda. Pemain yang berhasil menyusun
piramida berwarna terlebih dahulu akan keluar sebagai pemenangnya.
Dengan
fasilitas yang ada di sekitarnya, anak
yang juga pandai menggambar ini beberapa kali memodifikasi karyanya. Pada
awalnya, permainan ini menggunakan batu yang mudah ditemukan di daerahnya,
namun kemudian dikembangkan dengan
memanfaatkan bahan yang lebih baik.
Atas
karyanya itu, Arman dipanggil untuk mengikuti penjurian di Jakarta awal Juli
lalu, menyisihkan lebih dari 400 karya dari seluruh Indonesia. Setelah
presentasi di hadapan dewan juri, Arman dinyatakan sebagai satu dari 9 pemenang Kalbe Junior Scientists
Award 2012 dan berhak atas hadiah 10 juta rupiah. Sekolahnya pun mendapatkan
hadiah atas prestasi Armansah. Selain itu ia juga berkesempatan untuk bertolak
ke Singapura pada tanggal 10 -11 September 2012.
Apa
kira-kira yang menyebabkan anak dari desa tanpa listrik bisa memenangi
kompetisi di Jakarta dan berhak untuk ke
Singapura, pada saat anak lain di sana mungkin bahkan tidak pernah berpikir
untuk keluar dari kota kelahirannya?
Ketika
fasilitas untuk membuat permainannya tidak lengkap, Arman bisa saja menyerah
dan mengundurkan diri dari lomba. Tetapi
ia melihatnya sebagai pemacu kreativitas. Ia justru memanfaatkan sumber
daya yang ada di sekitarnya sebagai media bermain.
Ketika
diberitahu bahwa ia akan ke Jakarta untuk mempresentasikan karyanya dengan
hanya ditemani pembimbingnya, Arman, yang seumur hidupnya tak pernah jauh dari
keluarga, bisa saja menolak. Tapi ia justru antusias berangkat presentasi ke
Jakarta walau tanpa ditemani keluarganya. Ia tahu, ini kesempatan yang terlalu
berharga untuk dilewatkan.
Ketika menyadari lawannya ‘anak kota’, Arman bisa
saja gentar. Tetapi ia melihat itu
sebagai tantangan yang mengasyikkan, bisa bertanding dengan orang-orang
dari berbagai daerah. Ia masuk ke ruang presentasi dengan kepercayaan diri
tinggi untuk menaklukan para juri.
Belajar
dari Arman, sudut pandang kita menentukan tindakan yang kita ambil, dan
tindakan menentukan hasil yang diperoleh.Seperti dalam kisah laba-laba tadi,
dalam menghadapi masalah kita bisa merespon dalam berbagai bentuk. Kita bisa memilih sudut pandang untuk melihat suatu
permasalahan. Mungkin kita harus belajar lebih bijak mengambil sudut pandang
kita atas sesuatu.
Maka
mari kita renungkan pertanyaan-pertanyaan berikut ini: Apakah hujanmu?
Rintanganmu? Apa yang menghalangimu mencapai mimpimu?
Bila
seorang anak dari desa tak berlistrik seperti Armansah bisa meraih cita-citanya
melihat dunia luar, apakah kita berani untuk meraih kesuksesan yang lebih besar
lagi?
Mengapa
tidak?
Sumber : Guru Indonesia
Mengajar (ES/OQA)